Horor Di Camp Jellyjam | Goosebumps #33 | Chapter 1



INI BUKAN SOAL KALAH ATAU MENANG - INI SOAL HIDUP ATAU MATI


Semua sarana olahraga tersedia d Camp Jellyjam. Renang, basket, pingpong. Sayang sekali Wendy tidak getol olahraga seperti Elliot, adiknya, sehingga dia belum berhasil memenangkan King Coin satu pun. Tapi, seberapa besar sih kesenangan yang diperoleh dari pertandingan-pertandingan olahraga itu? Itu toh cuma pertandingan biasa, kan?

Salah besar!

Karena Camp Jellyjam bukan camp olahraga biasa. Wendy tahu, ada yang tak beres di camp ini. Para pembina terlalu terobsesi agar anak-anak yang datang ke camp itu menjadi juara. Mereka selalu menegur yang kalah. Dan setiap anak yang berhasil memenangkan enam King Coin lalu menghilang...

Ya! Dijamin kalian pasti ber-goosebumps-ria alias merinding ketakutan kalau membaca seri ini. Soalnya, seri Goosebumps memang menyajikan kisah-kisah horor yang super seram dan mengerikan! Tidak percaya? Baca saja sendiri... kalau berani!!!

Chapter 1


PENUH semangat Mom menunjuk melalui jendela mobil. "Lihat itu! Ada sapi!"

Adikku, Elliot, dan aku sama-sama mengerang. Sudah empat jam kami melintasi daerah pertanian, dan Mom menunjuk setiap sapi dan kuda yang kami lewati.

"Coba lihat ke sebelah sana, Wendy!" Mom berseru dari kursi depan. "Ada domba!"

Aku menoleh dan melihat sekitar selusin domba kelabu semuanya gemuk dan berbulu tebal yang sedang merumput di bukit yang hijau.

"Dombanya bagus, Mom," ujarku sambil memutar-mutar bola mata.

"Hei, ada sapi lagi!" seru Elliot.

Sekarang dia juga ikut-ikutan!

Langsung saja kusodok rusuknya keras-keras. "Mom, biasa tidak orang meledak karena bosan?" aku berkeluh kesah.

"DOOOR!" seru Elliot.

Konyol sekali, ya?

"Apa kubilang," Dad bergumam pada Mom.  "Anak umur dua belas sudah terlalu besar untuk diajak bepergian naik mobil."

"Anak umur sebelas juga!" Elliot memprotes. Aku dua belas. Elliot sebelas.

"Bagaimana mungkin kalian bosan?" tanya Mom. "Lihat ada kuda!"

Dad menambah kecepatan untuk menyusul truk besar berwarna kuning. Jalanan yang kami lewati berkelok-kelok di antara bukit-bukit yang tinggi. Di kejauhan aku melihat gunung-gunung terselubung kabut tebal.

"Begitu banyak pemandangan indah yang bisa kita kagumi," komentar Mom takjub.

"Tapi lama-lama semuanya jadi mirip sekumpulan foto di kalender," aku menggerutu.

Elliot menunjuk ke luar jendela. "Lihat, tuh. Tidak ada kuda!"

Ia ketawa sampai terbungkuk-bungkuk, seakan-akan itu lelucon paling lucu yang pernah dilontarkan orang.

Mom menoleh ke belakang, menatap adikku sambil memicingkan mata. "Kau mengolok-olok Mom, ya?"

"Ya!" sahut Elliot.

"Tentu saja tidak," aku menimpali. "Mana ada yang berani mengolok-olok Mom?"

"Kenapa sih kalian tidak bisa serius sedikit?" kata Mom jengkel.

"Kita sudah hampir meninggalkan Idaho," Dad mengumumkan. "Di depan sana sudah Wyoming. Sebentar lagi kita sampai di gunung-gunung itu."

"Siapa tahu ada sapi gunung di situ," seruku. Elliot ketawa.

Mom menghela napas. "Silakan. Silakan rusak liburan keluarga kita. Liburan pertama dalam tiga tahun."

Mobil kami terguncang karena melewati lubang di jalan. Karavan di belakang terdengar melonjak-lonjak. Karavan tua model kuno itu sudah kami tarik melintasi seluruh daerah Barat.

Sebenarnya sih, karavan itu cukup asyik. Di dalamnya ada tempat tidur tingkat yang terpasang berhadapan di dua dinding. Selain itu juga ada meja untuk makan atau bermain kartu. Malahan ada dapur kecil segala.

Setiap malam kami mampir di tempat pemberhentian karavan. Dad lalu menyambungkan karavan kami ke saluran air dan listrik, dan kami bermalam di dalamnya, di dalam rumah kecil yang bisa dibawa ke mana-mana.

Kami kembali terguncang. Karavan di belakang juga melonjak-lonjak lagi. Jalanan mulai menanjak ketika kami memasuki daerah pegunungan.

"Mom, bagaimana aku bisa tahu apakah aku mabuk darat atau tidak?" tanya Elliot.

Mom membalik dan menatapnya sambil mengerutkan kening. "Elliot, kau tidak pernah mabuk darat," katanya. pelan-pelan. "Kau lupa, ya?"

"Oh, benar juga," sahut Elliot. "Habis, aku pikir lumayan untuk isi waktu."

"Elliot!" Mom menghardiknya. "Kalau kau memang begitu bosan, kenapa tidak tidur saja?"

"Huh, bosan," adikku menggerutu.

Wajah Mom merah padam. Tampang Mom tidak seperti Dad, Elliot, dan aku. Ia berambut pirang dan bermata biru, dan kulitnya yang putih gampang sekali jadi merah. Ia juga agak gendut.

Dad, adikku, dan aku sama-sama kurus dan berkulit kecokelatan. Kami bertiga berambut dan bermata cokelat.

"Kalian tidak sadar betapa beruntungnya kalian," Dad berkata pada Elliot dan aku. "Kalian bisa melihat pemandangan yang menakjubkan."

"Bobby Harrison pergi ke camp baseball," Elliot mengomel. "Dan Jay Thurman pergi ke camp sleep-away selama delapan minggu!"

"Padahal aku juga mau ke sana!" aku memprotes.

"Musim panas nanti kau bisa ke sana," balas Mom ketus.

"Kesempatan seperti ini hanya ada satu kali seumur hidup!"

"Tapi aku bosan!" keluh Elliot.

"Wendy, ajak adikmu bermain," Dad menyuruhku.

"Hah?" seruku. "Main apa?"

"Main Geografi Mobil, misalnya," Mom mengusulkan.

"Aduh, kok itu lagi?" Elliot menggerung.

"Ayo, Mom yang mulai," ujar Mom. "Atlanta."

Huruf terakhir Atlanta adalah A. Jadi aku harus mencari nama kota yang dimulai dengan A.

"Albany," kataku. "Giliran kau, Elliot."

"Hmm, kota yang dimulai dengan Y..." Adikku berpikir sejenak. Lalu ia mengerutkan kening. "Ah, aku tidak mau ikut main!"

Adikku memang payah. Setiap permainan dianggapnya serius, dan ia benar-benar kesal kalau sampai kalah. Kadang-kadang ia begitu ngotot kalau main bola atau softball, hingga aku cemas melihatnya .

Kadang-kadang kalau merasa tidak bisa menang, ia langsung berhenti.

Seperti sekarang.

"Bagaimana dengan Youngstown?" tanya Mom.

"Ada apa dengan Youngstown?" Elliot menggerutu.

"Aku punya ide!" seruku. "Bagaimana kalau Elliot dan aku pindah ke karavan?"

"Yeah! Itu Baru asyik!" Elliot menimpali.

"Lebih baik jangan," ujar Mom. Ia berpaling pada Dad. "Menumpang karavan yang sedang ditarik melanggar hukum, bukan?"

"Entahlah," kata Dad sambil mengurangi kecepatan. Kami sedang melewati hutan cemara yang lebat. Udara terasa begitu segar dan harum.

"Boleh, dong!" Elliot merengek. "Boleh, dong!"

"Kurasa tak ada salahnya kalau kita biarkan mereka di sana sebentar," Dad berkata pada Mom. "Asal mereka hati-hati."

"Kami akan berhati-hati sekali!" Elliot cepat-cepat berjanji.

"Kau yakin tidak apa-apa?" tanya Mom.

Dad mengangguk. "Apa yang perlu dikuatirkan?"

Dad menepikan mobil. Elliot dan aku buru-buru turun. Kami berlari ke karavan, membuka pintu, dan berebut masuk.

Beberapa detik kemudian kami berangkat lagi. Aku dan adikku terguncang-guncang di dalam karavan yang besar.

"Wah, ini baru asyik!" seru Elliot, berjalan menuju ke jendela belakang.

"Ide siapa dulu, dong!" tanyaku sambil mengikutinya. Ia langsung mengajakku ber-high five.

Kami memandang ke luar jendela belakang. Jalanan seakan-akan menukik ke bawah ketika kami menanjak ke pegunungan

Karavannya terguncang-guncang dan terayun-ayun.

Jalanan semakin menanjak. Semakin terjal. Dan itulah awal dari kesulitan kami.



Bagi anda yang berminat dengan permainan kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di judi bola online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.

Tidak ada komentar:

close
agen ceme online