Chapter 19
Tapi aku melihat Lee melangkah mundur
ketakutan. Lututnya seakan-akan mendadak kehilangan tenaga, dan kantong
permennya nyaris terlepas dari tangannya.
"Satu blok lagi," kepala labu
pertama berkeras.
"Satu blok. Lalu satu lagi," kepala
labu kedua menimpali.
"Hei! Tunggu dulu!" Tabby memprotes.
"Kalian jangan seenaknya mengatur kami. Aku mau pulang."
Ia berbalik dan hendak pergi. Tapi kedua
kepala labu cepat-cepat menghalangi jalannya.
"Jangan ganggu aku!" jerit Tabby.
Ia mengelak ke kanan. Tapi kedua makhluk labu
terus mengikutinya. Senyum mereka yang menyala-nyala tampak bertambah lebar.
Bertambah terang.
Keduanya mulai bergerak mengitari kami,
semakin lama semakin cepat—sampai kami merasa seolah dikelilingi api.
Kami seakan-akan dikepung dinding api!
"Kalian harus patuh!" suara parau
itu memerintah.
Kami digiring lidah api dari belakang. Kami
dipaksa maju.
Kami tak punya pilihan selain menurut. Kami
telah menjadi tawanan.
Tawanan makhluk-makhluk labu yang menyemburkan api.
Seorang pria tua berdiri di pintu rumah yang
kami datangi. Ia meringis ketika kami naik ke teras. "Wah, bukankah
sekarang sudah kemalaman untuk berkeliling?" ia bertanya.
"Memang," sahutku.
Ia memasukkan beberapa bungkus Chuckle ke
kantong-kantong permen kami.
"Cepat," desak salah satu kepala
labu sementara kami melintasi rumput yang basah untuk menuju ke rumah
berikutnya. "Cepat!" Kantong permen Lee sudah begitu berat, sehingga
ia terpaksa menyeretnya.
Aku membawa kantong permenku dengan kedua
tangan. Tabby terus menggerutu sambil geleng-geleng kepala.
Kami mendatangi semua rumah di blok itu. Aku
tidak melihat anak-anak lain. Tak ada mobil yang lewat. Lampu-lampu di beberapa
rumah sudah mulai dipadamkan.
"Cepat!" salah satu kepala labu
mendesak.
"Masih banyak rumah. Masih banyak
blok."
"Aku tidak mau!" seru Lee.
"Aku tidak mau!" Tabby mengulangi.
Ia pura-pura galak. Tapi suaranya terdengar gemetar.
Sekali lagi kedua kepala labu melayang di
atas kami. Mereka menatap kami dengan mata menyala-nyala.
"Cepat. Kalian tidak bisa berhenti
sekarang! Tidak BISA!"
"Tapi sekarang sudah terlalu
malam!" aku memprotes.
"Dan sepatuku terus-menerus copot,"
Walker menimpali.
"Kami sudah capek keliling tanpa
henti," keluh Tabby.
"Kalian tidak bisa berhenti sekarang!
Cepat jalan!"
"Masih banyak rumah. Ini daerah PALING HEBAT!"
"Enak saja!" Tabby dan Lee menyahut
berbarengan. Mereka mulai berteriak-teriak. "Pokoknya tidak bisa! Tidak
bisa! Tidak bisa!"
"Kantong-kantong permen kami sudah
penuh," ujarku.
"Kantongku malah sudah mulai
robek," Walker mengeluh.
"Tidak bisa! Tidak bisa!" Tabby dan
Lee berseru.
Kedua Jack-o'-lantern kembali mengitari kami,
semakin lama semakin cepat, sehingga kami kembali dikelilingi dinding api.
"Kalian tidak bisa berhenti!" seru
salah satu dari mereka.
"Kalian harus keliling terus!"
Mereka bergerak mendekat. Saking dekatnya,
aku bisa merasakan sengatan panas yang memancar dari lidah api.
Dan sambil berputar, keduanya mulai
mendesis-desis—bagaikan ular yang siap memagut.
Bunyi mendesis itu bertambah keras—sampai
kami seakan-akan dikepung ular!
Kantong permenku terlepas dari genggamanku.
"Berhenti...!" aku membentak
mereka. "Berhenti! Kalian bukan Shane dan Shana!"
Lidah api menyembur-nyembur dari mata mereka.
Bunyi mendesis yang mengelilingi kami bertambah keras.
"Kalian bukan Shane dan Shana!" aku memekik.
"Siapa kalian?"
Bagi anda yang berminat dengan permainan kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di taruhan bola online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar