Pembalasan Di Malam Hallowen | Goosebumps #48 | Chapter18

Chapter 18


         
"SHANE! Shana! Apa-apaan sih kalian?" Tabby memprotes dengan sengit. 

"Lihat, nih! Lihat baju balerina-ku!"

Ia menarik bagian depan bajunya. Walaupun keadaan sekeliling hampir gelap, aku tetap bisa melihat bercak-bercak lumpur di bagian depan bajunya itu.

"Aku mau keluar dari hutan ini!" Tabby berseru dengan gusar.

"Yeah. Di sini terlalu gelap. Dan kita terlalu banyak membuang waktu," Lee menimpali.

Kantong permennya tersangkut pada dahan pohon yang rendah. Ia menariknya keras-keras, berupaya melepaskannya.

Shane dan Shana tidak menghiraukan protes Tabby dan Lee. Kepala labu mereka berayun-ayun ketika mereka menerobos hutan dengan langkah panjang dan cepat.

Beberapa menit kemudian kami tiba di sebuah jalan sempit.

Kami bersorak gembira ketika melihat lampu-lampu jalanan yang terang serta deretan rumah-rumah kecil.

"Sekarang kita bisa mulai," kata salah satu kepala labu.

Aku memandang ke kiri-kanan, dan melihat deretan rumah yang semua berukuran kecil. Halaman-halamannya juga sempit.

Sebagian besar lampu teras menyala. Dan kebanyakan rumah dihiasi dekorasi Halloween.

Rumah-rumah itu membentang dari ujung ke ujung, berderet di kiri-kanan, sejauh mata memandang.

"Wow, tempat ini memang asyik untuk trick-or-treat!" ujarku.

Perasaanku langsung jauh lebih enak. Aku tak lagi ngeri seperti tadi.

"Yeah!" kata Lee. "Kita bisa mendapat sekarung permen di sini!"

"Di mana kita?" tanya Walker. "Rasanya aku belum pernah ke daerah ini."

Tak ada yang menanggapinya. Kami semua sudah tak sabar untuk segera mulai berkeliling.

Aku membuang beberapa helai daun basah yang menempel di jubahku, dan membetulkan letak topengku. Penampilan kami agak berantakan gara-gara menerobos hutan. Kami menghabiskan beberapa detik untuk merapikan kostum masing-masing.

Kemudian kami berenam bergegas menuju ke rumah pertama.

Seorang wanita muda membuka pintu. Ia sedang menggendong bayi. Ia memasukkan batang-batang cokelat berukuran mini ke kantong-kantong kami. Si bayi menatap kedua kepala labu dan tersenyum.

Di rumah berikut, kami harus menunggu lama sekali sebelum sepasang suami-istri yang sudah lanjut usia muncul di pintu. "Trick or treat!" kami berseru lantang. Mereka segera menutup telinga dengan tangan. Agaknya mereka tidak tahan mendengar suara bising.

"Maaf, tapi kami tidak punya permen," ujar wanita tua di hadapan kami. Ia membagi-bagikan uang logam. Masing-masing mendapat satu keping lima sen.

Kami bergegas ke rumah berikutnya. Dua cewek berumur tujuh atau delapan tahun menyambut kami di pintu. "Kostum kalian bagus sekali," kata salah satu dari mereka kepada Shane dan Shana. Mereka membagi-bagikan cokelat M&M.

"Wah, ini baru asyik!" kata Lee ketika kami bergegas ke rumah sebelah. Semua rumah di sini berdekatan," Tabby menambahkan. "Kita bisa mendatangi seratus rumah dalam waktu singkat!"

"Seharusnya dari dulu kita sudah kemari," Walker menimpali.

"Trick or treat!" kami berseru ketika menekan bel pintu di rumah berikutnya.

Seorang cowok berambut pirang gondrong, dengan anting di sebelah telinga, membuka pintu. Ia tertawa ketika melihat kostum kami. "Wow, keren," ia bergumam. Kemudian ia memasukkan beberapa bungkus permen ke kantong-kantong kami.

Kami pindah ke rumah sebelah. Terus ke rumah-rumah berikutnya.

Kami mendatangi setiap rumah di blok berikut. Kemudian kami menyusuri dua blok lagi. Rumah-rumah kecil itu seakan-akan tak ada habisnya.

Kantong permenku sudah hampir penuh. Kami berhenti di pojok jalan karena tali sepatu Walker terlepas. Ia membungkuk untuk mengikatnya, dan kami memanfaatkan kesempatan itu untuk mengatur napas.

"Cepat!" desak salah satu kepala labu. Lidah api tampak menyembur-nyembur dari lubang matanya.

"Ya, cepat," seru kepala labu yang lain. "Jangan buang-buang waktu."

"Sabar, dong," Walker bergumam. "Tali sepatuku harus diikat dulu."

Sementara ia mengotak-atik tali sepatu, kedua kepala labu bergoyang-goyang seakan-akan sudah tak sabar untuk jalan lagi.

Akhirnya Walker kembali berdiri tegak dan meraih kantong permennya. Kedua kepala labu sudah berjalan ke blok berikut.

"Aku sudah mulai capek," aku mendengar Lee berbisik kepada Tabby. "Jam berapa sih sekarang?"

"Kantongku sudah hampir penuh," sahut Tabby. Sambil mengerang ia memindahkan kantong yang berat itu dari tangan kanan ke tangan kiri.

"Cepat," salah satu kepala labu kembali mendesak. "Masih banyak rumah yang harus kita datangi."

"Masih banyak rumah," rekannya mengulangi.

Kami menyusuri dua blok lagi. Kami mendatangi semua rumah di kedua sisi jalan. Kira-kira dua puluh rumah.

Kantong permenku sudah penuh. Aku terpaksa membawanya dengan kedua tangan.

Tali sepatu Walker terlepas lagi. Ketika ia membungkuk untuk mengikatnya, tali sepatu itu malah putus. "Aduh, brengsek," gerutunya.

"Cepat," salah satu kepala labu kembali memaksa. "Masih banyak rumah."

"Aku mulai capek," Tabby mengeluh, kali ini cukup keras untuk didengar oleh semuanya.

"Aku juga," Lee menambahkan. "Dan kantong permenku sudah berat."

"Tali sepatu sialan," Walker memaki. Ia masih membungkuk.

"Malam memang sudah larut," kataku sambil memandang berkeliling. "Lagi pula sudah tidak ada siapa-siapa lagi. Anak-anak lain sudah pulang semua."

"Masih banyak rumah," salah satu kepala labu berbisik.

"Cepat. Masih banyak rumah," yang satu lagi menimpali. Lidah api di dalam kepalanya tampak menari-nari.

"Tapi kami mau berhenti!" seru Lee.

"Ya, kami sudah capek," Tabby menambahkan. Suaranya melengking.

"Kalian tidak bisa berhenti!" sahut si kepala labu.

"Hah?" Lee tercengang.

"Ayo, terus! Kalian tidak bisa berhenti!" kepala labu itu berkeras.

Tiba-tiba keduanya terangkat dari tanah, lalu mengambang, melayang-layang di atas kami. Api di balik lubang mata mereka berkobar-kobar.

"Kalian tidak bisa berhenti! Untuk SELAMA-LAMANYA!"




Tidak ada komentar:

close
agen ceme online