Chapter 25
SAMBIL
memicingkan mata karena silau, aku melihat lusinan anak yang membawa tongkat
pel, ember, dan selang air.
Semula aku
menyangka mereka sedang membersihkan balon ungu berukuran raksasa. Lebih besar
dari balon mana pun di pawai Thanksgiving Day!
Tapi ketika
disiram air dan digosok-gosok dengan tongkat pel, balon itu mendadak mengerang
keras-keras.
Serta-merta
aku sadar bahwa yang kulihat itu bukan balon. Aku sedang melihat makhluk. Dan
makhluk itu hidup. Aku sedang menatap monster.
Aku sedang
menatap King Jellyjam.
Ternyata ia
bukan maskot kecil yang lucu, tapi gumpalan lendir berwarna ungu hampir sebesar
rumah. Gumpalan raksasa bermahkota emas.
Sepasang
mata sebesar sapi tampak berputar-putar di kepalanya.
Kedua mata
itu berwarna kuning dan berair terus. Ia berkecap-kecap dengan bibir ungunya
yang tebal, lalu mengerang lagi. Gumpalan-gumpalan lendir berwarna putih
menetes-netes dari lubang hidungnya yang besar dan berbulu.
Bau
memuakkan yang kucium sejak tadi ternyata berasal dari badan King Jellyjam.
Meskipun aku sudah menjepit hidung rapat-rapat, bau menjijikkan itu tetap
tercium juga. Baunya seperti ikan mati, sampah busuk, susu basi, dan karet
dibakar sekaligus!
Mahkota
emasnya bergeser-geser di puncak kepalanya yang licin.
Perutnya
yang ungu mengembang dan mengempis, seakan-akan ombak samudra sedang bergelora
di dalamnya. Dan ia bersendawa begitu keras sehingga dinding-dinding bergetar.
Anak-anak di
ruangan itu aku melihat lusinan-bekerja tanpa henti.
Mereka
mengelilingi monster jelek itu. Mereka menyiramnya dengan selang.
Menggosok-gosok tubuhnya dengan tongkat pel, spons dan sikat.
Dan sambil
bekerja, mereka dihujani benda-benda kecil berbentuk bulat. Klik. Klik. Klik.
Benda-benda berjatuhan ke lantai.
Keong!
Keong-keong
muncul dari kulit King Jellyjam. Aku ingin muntah lagi sewaktu menyadari bahwa
keringat makhluk itu berupa keong!
Terhuyung-huyung
aku mundur ke terowongan sambil menempelkan tangan ke mulut.
Aku tidak
habis pikir bagaimana anak-anak itu bisa tahan menghadapi bau memuakkan yang
menyelubungi mereka.
Kenapa
mereka membersihkan makhluk itu? Kenapa mereka bekerja begitu keras?
Aku menahan
napas ketika mengenali beberapa dari mereka.
Alicia!
Ia memegang
selang dengan kedua tangan dan menyiram perut King Jellyjam yang menggembung.
Rambutnya yang merah tampak basah kuyup dan melekat di keningnya. Dan ia terus
menangis sambil bekerja.
Aku juga
melihat Jeff. Ia sedang menggosok bagian samping monster itu dengan tongkat
pel.
Aku membuka
mulut untuk memanggil Alicia dan Jeff. Tapi suaraku seolah-olah tersangkut di
tenggorokan.
Dan kemudian
seseorang berlari ke arahku. Terhuyung-huyung.
Memasuki
terowongan. Melangkah keluar dari cahaya yang terang-benderang.
Dierdre!
Dengan
sebelah tangan ia memegang spons yang menetes-netes.
Rambutnya
yang pirang melekat di kepala. Pakaiannya kusut dan basah kuyup.
"Dierdre!"
aku memekik tertahan.
"Pergi
dari sini!" ia berseru. "Cepat, Wendy lari!"
"Tapi tapi"
aku tergagap-gagap. "Ada apa ini? Kenapa kau ada di sini?"
Dierdre
terisak-isak. "Hanya Yang Terbaik," bisiknya. "Hanya Yang
Terbaik yang dijadikan budak King Jellyjam!"
"Hah?"
Aku menatapnya sambil melongo, sementara dia menggigil kedinginan di hadapanku.
"Coba
lihat," seru Dierdre. "Anak-anak yang berada di sini semuanya juara.
Semuanya sudah dapat enam keping. Dia mendapatkan anak-anak yang paling kuat.
Yang paling ulet."
"Tapi kenapa?"
tanyaku.
Keong-keong
masih terus bermunculan dari kulit makhluk itu, dan berjatuhan ke lantai.
Embusan berbau busuk menyelubungi kami ketika King Jellyjam kembali bersendawa.
"Kenapa
kalian semua sibuk membersihkan dia?" aku bertanya pada Dierdre.
"Dia, dia
harus dimandikan terus-menerus," jawab Dierdre sambil berusaha menahan
tangis. "Dia harus basah terus. Dan dia tidak tahan baunya sendiri. Jadi
dia membawa anak-anak yang paling kuat ke bawah sini. Dan kami dipaksa
membersihkannya siang dan malam."
"Tapi,
Dierdre" aku berusaha menyela.
"Kalau
kami berhenti bekerja," ia melanjutkan, "kalau kami nekat mencoba
beristirahat, kami kami bakal dimakan!" Seluruh tubuhnya bergetar hebat.
"Dia, dia sudah makan tiga anak hari ini!"
"Ya
ampun!" aku berseru karena ngeri.
"Dia
begitu menjijikkan," Dierdre meratap. "Dari badannya terus keluar
keong... dan baunya, minta ampun."
Ia meraih
lenganku. Tangannya basah dan dingin.
"Para
pembina dihipnotis," bisiknya. "Mereka sepenuhnya di bawah kendali
King Jellyjam."
"A-aku
tahu," kataku.
"Pergi
dari sini! Cepat!" Dierdre mendesak sambil meremas tanganku. "Cari
bantuan, Wendy. Tolonglah kami"
Bunyi
gemuruh membuat kami tersentak kaget. "Oh, aduh!" Dierdre memekik.
"Dia melihat kita! Sekarang sudah terlambat!"
Bagi anda yang berminat dengan permainan poker online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di agen judi poker online terpercaya dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar