Chapter 16
AKU seperti
lumpuh. Seluruh tubuhku dingin.
Mata si
pembina tampak berbinar-binar karena memantulkan cahaya lampu sorot.
"Sedang apa kau di sini?" tanyanya dengan nada mendesak.
Aku menarik
napas dalam-dalam dan hendak menjawab.
Tapi sebelum
sempat buka mulut, terdengar suara lain menduluiku.
"Mau
tahu saja.” Ternyata pembina lain. Seorang wanita muda dengan rambut hitam
dipotong pendek.
Sambil
berusaha untuk tidak bersuara, aku merunduk di balik semak-semak. Kedua temanku
langsung berlutut.
"Kau
membuntuti aku, ya?" pembina pertama menggoda rekannya.
"Untuk
apa aku membuntutimu? Jangan-jangan justru kau yang membuntuti aku!" balas
wanita muda itu.
Mereka tidak
melihat kami, aku menyadari dengan gembira. Padahal tempat persembunyian kami
hanya berjarak satu meter dari tempat mereka berdiri. Tapi rupanya mereka tidak
bisa melihat kami di balik semak-semak.
Beberapa
detik kemudian, kedua pembina itu pergi bersama-sama.
Kami
menunggu cukup lama sambil memasang telinga, dan baru berani keluar setelah
suara kedua pembina itu tak terdengar lagi.
"Alicia?"
tanyaku. "Kau tidak apa-apa?"
"Alicia?"
Ivy dan Jan berseru berbarengan.
Gadis cilik
itu telah lenyap.
***
Kami
menyelinap masuk ke asrama lewat pintu samping. Untung saja tak ada pembina
yang berpatroli di koridor. Tak seorang pun kelihatan.
"Dierdre
kau sudah di sini?" Jan memanggil ketika kami masuk ke kamar.
Tak ada
jawaban.
Aku
menyalakan lampu. Tempat tidur Dierdre tetap kosong.
"Sebaiknya
lampu dimatikan saja," Ivy mewanti-wanti. "Nanti malah ada yang
curiga karena lampu kita masih menyala."
Kupadamkan
lampu. Kemudian aku menuju ke tempat tidurku sambil menunggu mataku terbiasa
dengan kegelapan yang menyelubungi kami.
"Di
mana Dierdre?" tanya Ivy. "Aku jadi agak kuatir. Barangkali ada
baiknya kita melapor bahwa dia belum kembali."
"Lapor
kepada siapa?" tanya Jan. Ia menjatuhkan diri di tempat tidurnya.
"Tak ada siapa-siapa di sini. Para pembina semua sedang keluar."
"Aku
yakin dia lagi ikut pesta dan melupakan kita," ujarku sambil menguap. Aku
membungkuk untuk menyingkap selimut di tempat tidurku.
"Menurut
kalian, apa yang dilihat anak kecil tadi?" tanya Ivy sambil memandang ke
luar jendela.
"Alicia?
Kurasa dia cuma bermimpi buruk," sahutku.
"Tapi
dia begitu ketakutan!" kata Jan sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Dan kenapa dia ada di luar malam-malam begini?"
"Dan
kenapa dia kabur dan meninggalkan kita?" Ivy menambahkan.
"Aneh,"
aku bergumam.
"Yeah,
aneh sekali," Jan menimpali. "Semua kejadian malam ini memang
aneh." Ia menuju ke lemari pakaian. "Aku mau ganti baju. Besok hari
penting. Aku harus memenangkan dua King Coin lagi."
"Aku
juga," ujar Ivy. Ia menguap lebar.
Jan membuka
salah satu laci. "Ya, ampun!" pekiknya. "Ya, ampun!
Ada apa
ini?"
Bagi anda yang berminat dengan permainan kartu
online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di
agen judipoker online indonesia dan daftar menjadi
member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus.
Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan
menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar