Chapter 11
TANAH di
bawah kakiku berguncang keras. Kain terpal di atas deretan meja pingpong
bergoyang-goyang. Dan semua meja bergetar.
Lututku
gemetaran. Dengan susah payah aku berjuang agar tetap berdiri tegak.
"Gempa
bumi!" aku memekik sekali lagi.
"Jangan
takut! Tidak ada apa-apa," seru Buddy sambil bergegas menghampiriku.
Ia benar.
Bunyi gemuruh itu segera mereda. Tanah pun berhenti bergetar.
"Kadang-kadang
memang begitu," Buddy menjelaskan. "Tapi kau tak perlu kuatir."
Jantungku
masih berdegup-degup. Kakiku terasa lemas, seakan-akan terbuat dari karet.
"Tak perlu kuatir? Bagaimana aku tidak kuatir?"
"Lihat
saja," Buddy berkata sambil memandang berkeliling. "Yang lain juga
tidak memperhatikannya. Ini cuma berlangsung beberapa detik, kok."
Aku ikut
memandang berkeliling. Ternyata Buddy benar. Anak-anak yang sedang ikut
turnamen catur di depan asrama sama sekali tidak menoleh dari papan catur
masing-masing. Pertandingan sepak bola di lapangan di seberang kolam juga
berlanjut tanpa terhenti.
"Ini
biasa terjadi satu atau dua kali sehari," Buddy memberitahuku.
"Tapi
apa penyebabnya?" tanyaku.
Ia angkat
bahu. "Entahlah."
"Tapi semuanya
ikut bergetar! Bukankah itu berbahaya?" aku bertanya sekali lagi.
Buddy tidak
mendengar kata-kataku. Ia sudah berlari kecil ke arah lapangan bola.
Aku
berbalik, berjalan menuju asrama. Tubuhku masih agak gemetaran. Bunyi gemuruh
yang aneh tadi masih terngiang-ngiang di telingaku.
Ketika aku
membuka pintu masuk, aku ketemu Jan dan Ivy. Mereka sudah memakai baju tenis
berwarna putih, dan keduanya menyandang raket di pundak.
"Olahraga
apa saja yang sudah kau ikuti?"
"Sudah
dapat King Coin?"
"Pertandingan
renang tadi asyik sekali, ya?"
"Kau
senang di sini, Wendy?"
"Kau
suka main tenis?"
Mereka bicara
berbarengan dan memberondongku dengan setengah lusin pertanyaan. Keduanya
bersemangat sekali dan tidak memberi kesempatan padaku untuk menjawab.
"Kami
perlu orang lagi untuk turnamen tenis," ujar Ivy. "Kami sedang
mengadakan turnamen dua hari. Habis makan siang nanti kau menyusul ke lapangan, ya?"
"Oke,"
sahutku. "Aku tidak terlalu pandai main tenis, tapi..."
"Sampai
nanti!" seru Jan. Kemudian mereka bergegas meninggalkanku.
Sebenarnya
sih, aku lumayan jago main tenis. Servisku cukup kencang. Dan pukulan backhand
dua tanganku juga tidak bisa dianggap enteng.
Tapi aku
tidak hebat.
Kalau di
rumah, aku sering main tenis dengan temanku, Allison. Tapi sekadar untuk
bersenang-senang. Kami tak berusaha saling mengalahkan. Kadang-kadang kami
malah cuma memukul bola mondar-mandir tanpa menghitung angka.
Akhirnya aku
memutuskan ikut turnamen tenis. Dan kalau aku kalah di putaran pertama, ya
sudah.
Lagi pula,
aku menambahkan, sebentar lagi Mom dan Dad pasti sudah datang. Dan Elliot dan
aku harus ikut mereka.
Mom dan
Dad... wajah mereka terbayang-bayang di depan mataku.
Aku sadar
mereka pasti kalang kabut. Dan bingung sekali. Moga-moga mereka tidak apa-apa.
Tiba-tiba aku mendapat ide.
Aduh, kenapa
aku tidak telepon ke rumah saja, kataku dalam hati.
Kenapa baru
sekarang terpikir olehku? Aku kan bisa menelepon ke rumah dan meninggalkan
pesan pada mesin penerima telepon. Dengan cara itu Mom dan Dad bisa tahu di
mana Elliot dan aku berada.
Ke mana pun
Dad pergi, satu jam sekali ia memeriksa pesan telepon di rumah. Mom suka
mengolok-oloknya karena dia begitu kuatir ada pesan yang terlewat olehnya.
Tapi kali
ini mereka berdua pasti bersyukur atas pesan dariku! kataku dalam hati.
Ini ide
bagus! aku memuji diriku sendiri. Sekarang aku tinggal mencari telepon.
Di asrama
pasti ada, pikirku. Aku memandang berkeliling lobi yang kecil. Tapi ternyata
tidak ada telepon umum.
Di meja
resepsionis juga tidak ada orang. Jadi tak ada yang bisa kutanyai.
Aku
menyusuri koridor satunya. Di situ pun tidak ada telepon umum.
Karena sudah
tak sabar ingin menelepon, aku berbalik dan bergegas keluar lagi. Aku menarik
napas lega ketika menemukan dua telepon umum di sisi gedung asrama.
Dengan
jantung berdegup-degup aku berlari ke sana.
Kuangkat
gagang telepon yang paling dekat. Lalu kutempelkan gagangnya ke telinga tapi
tiba-tiba sepasang tangan yang kuat mencengkeramku dari belakang.
"Letakkan
gagang itu!" seseorang memerintahkan.
Bagi anda yang berminat
dengan permainan kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link
situs kami di poker online indonesia online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka
anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan
fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar