Chapter 27
AKU tidak
bisa berbuat apa-apa kecuali kalau aku bisa menduluinya.
Sambil
memekik keras aku menerjang maju dan mulai berlari ke lintasan.
Langkahku
berdebam-debam di rumput. Pandanganku melekat pada Elliot dan garis finis.
Tambah kencang. Lebih kencang lagi.
Kalau saja
aku bisa terbang.
Sorak-sorai
para penonton terdengar membahana ketika Elliot mendekati garis finis. Kelima
pelari lain tertinggal jauh di belakangnya.
Aku telah
sampai di lintasan yang berlapis aspal. Dadaku serasa mau pecah. Setiap tarikan
napas membuatku seperti ditusuk-tusuk.
Napasku
tersengal-sengal.
Lebih
kencang. Lebih kencang.
Aku
mendengar orang-orang berseru kaget ketika aku melesat di lintasan. Aku
mendekati Elliot, mengangkat kedua tangan dan menyergapnya dari belakang.
Kami
sama-sama jatuh, berguling-guling di lintasan yang keras, lalu di rumput. Para
pelari yang lain melewati kami dan terus menuju ke garis finis.
"Wendy,
apa-apaan sih kau!?" Elliot membentakku sambil berdiri.
"A-aku
tidak bisa menjelaskannya sekarang!" balasku. Aku megap-megap dan berusaha
menenangkan diri agar dadaku tidak terlalu nyeri.
Aku bangkit
dan menggamit lengan Elliot. Dengan kesal ia menarik tangannya. "Kenapa
kau menjegalku, Wendy? Kenapa?"
Aku melihat
tiga pembina bergegas menghampiri kami.
"Cepat!"
kataku. Serta-merta kuseret Elliot. "Pokoknya cepat!"
Aku seolah
melihat rasa ngeri terpancar dari matanya. Sepertinya ia menyadari bahwa ia
kusergap karena memang tidak ada jalan lain.
Kelihatannya
ia sadar aku tidak main-main.
Elliot
berhenti memprotes dan mulai berlari.
Ia
mengikutiku menaiki bukit di samping gedung utama. Memasuki hutan.
"Mau ke
mana kita?" tanyanya terengah-engah. "Ada apa sebenarnya?"
"Sebentar
lagi kau bakal lihat sendiri!" jawabku. "Bersiap-siaplah menyambut
bau busuk!"
"Hah?
Wendy kau sudah gila, ya?"
Aku tidak
menyahut. Aku terus saja berlari. Aku mengajaknya ke tengah hutan. Ke bangunan
yang menyerupai igloo.
Ketika kami
sampai di pintu masuk yang rendah, aku menoleh untuk melihat apakah ada yang
mengikuti kami. Tak seorang pun kelihatan.
Elliot
mengikutiku ke ruang pertemuan. Obor-obor telah padam.
Suasana
gelap gulita.
Sambil
meraba-raba aku menyusuri dinding belakang sampai ke pintu lemari. Kemudian aku
membukanya dan mulai menuruni tangga.
Di tengah
jalan kami sudah disambut bau yang membuat perut serasa diaduk-aduk. Elliot
berseru tertahan dan langsung menutup mulut dan hidungnya. "Huh, baunya
minta ampun!" Seruan itu teredam di balik kedua tangannya.
"Ini
belum seberapa," ujarku. "Jangan pedulikan baunya."
Kami berlari
berdampingan menyusuri terowongan yang panjang.
Sebenarnya
Elliot ingin kuperingatkan dulu. Aku ingin memberitahukan apa yang bakal
dilihatnya.
Tapi aku
harus menyelamatkan Dierdre Alicia, dan yang lain.
Tanpa
menghiraukan bau yang menusuk hidung aku menyerbu ke ruangan yang
terang-benderang di ujung terowongan. Air dari selusin selang menyiram badan
monster berwarna ungu itu. Belasan anak dari segala umur sibuk menggosok
sementara monster itu mengerang-erang.
Aku melihat
Elliot membelalakkan mata. Tapi aku tidak punya waktu untuk memikirkannya.
"Tiarap!"
teriakku sekencang mungkin, sambil menempelkan tangan di sekeliling mulut.
"SEMUANYA TIARAP! CEPAT!"
Aku sudah
punya rencana.
Masalahnya apakah
rencanaku akan berhasil?
Bagi anda yang berminat
dengan permainan kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link
situs kami di judi bola online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka
anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan
fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar