Chapter 21
SENYUM Buddy
langsung lenyap. Ia menatapku sambil memicingkan matanya yang biru. Lalu ia
mengangkat tangan dan menudingku.
"Aku
suka caramu mengambil ancang-ancang," katanya. "Tapi mungkin lebih
baik kalau kami carikan tongkat yang lebih ringan untukmu."
"Hah?"
Aku terbengong-bengong. Aku tidak bisa bergerak. Aku cuma berdiri dan menatap
Buddy sambil melongo. "Buddy?"
Ia memungut
tongkat yang tergeletak di tanah. "Kau suka tongkat ini? Coba kulihat
ayunanmu lagi, Wendy."
Tongkat itu
diserahkannya padaku.
Tanganku
gemetaran ketika menerima tongkat itu. Pandanganku terus melekat pada Buddy.
Aku menunggu ia berteriak kesakitan. Aku menunggu ia memegangi dadanya dan
ambruk sambil mengerang-erang.
"Tongkat
aluminium ada yang lebih ringan," katanya. Ia mengusap rambutnya yang
pirang dengan sebelah tangan. "Ayo. Coba lagi."
Dengan
langkah gemetar aku mundur menjauhinya. Aku tak ingin menghantamnya lagi. Lalu
aku mengambil ancang-ancang dan mengayunkan tongkat.
"Bagaimana?"
tanyanya.
"L-lumayan,"
jawabku.
Ia
mengacungkan jempol dan berpaling kepada Ronni.
Wah!
pikirku. Ada apa ini?
Pukulanku
tadi cukup keras untuk mematahkan tulang rusuknya. Atau paling tidak membuatnya
meraung-raung kesakitan.
Tapi
sepertinya Buddy sama sekali tidak sadar bahwa ia kena hantam!
Ada apa ini?
***
Waktu makan
malam kuceritakan kejadian itu kepada Jan dan Ivy.
Jan ketawa.
"Barangkali pukulanmu tidak sekeras yang kauduga."
"Tapi
bunyinya mengerikan sekali! Seperti bunyi telur pecah!" seruku. "Dan
ia cuma tersenyum dan berbicara seperti tidak terjadi apa-apa."
"Kurasa
dia menunggu sampai kau tidak bisa melihatnya. Habis itu baru dia
meraung-raung!" Ivy menduga-duga.
Aku
memaksakan diri untuk ikut ketawa bersama kedua temanku.
Tapi dalam hati
aku pikir ini tidak lucu.
Terlalu
banyak kejadian aneh di sini.
Mana mungkin
ada orang kena hantam di dadanya seperti itu tapi sama sekali tidak bereaksi!
Tim kami
kalah sepuluh angka. Tapi setelah kejadian itu, aku tidak bisa berkonsentrasi.
Aku melirik
ke meja pembina di seberang ruangan. Buddy duduk di ujung, ia sedang bercanda
dengan Holly. Sepertinya ia memang tidak apa-apa.
Sepanjang
makan malam aku terus melirik ke arahnya. Bunyi tokkk yang dibuat tongkatku
ketika menghantam dadanya masih terngiang-ngiang di telingaku. Aku tidak bisa
melupakan kejadian itu.
Aku terus
memikirkannya ketika kami berjalan ke lapangan atletik untuk menyaksikan
Upacara Juara. Angin bertiup cukup keras. Obor-obor yang dibawa tampak
berkerlap-kerlip dan nyaris padam.
Pohon-pohon
di sekeliling lapangan atletik pun bergoyang-goyang dan merunduk. Dahan-dahan
pohon seolah-olah hendak menjangkau tanah.
Musik mars
kembali terdengar, dan para pemenang berpawai melewati tribun. Rose melambaikan
tangan ketika melihatku. Jeff berjalan dengan bangga di bagian belakang
barisan, enam King Coin menggantung di lehernya.
Seusai
upacara aku cepat-cepat kembali ke kamar dan langsung naik ke tempat tidur.
Terlalu banyak pikiran mencemaskan yang berkecamuk dalam benakku. Aku ingin
segera tidur untuk melupakan semuanya.
***
Pada waktu
sarapan keesokan paginya, Rose dan Jeff sudah menghilang.
Bagi anda yang berminat dengan permainan poker online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link situs kami di agen judi poker online terpercaya dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar