Chapter 19
"HALO,
Teman! sebuah suara berat berkata dengan riang. "Selamat menikmati Camp
Jellyjam. Ini King Jellyjam. Bersainglah dengan sungguh-sungguh. Ikutilah
pertandingan sebanyak mungkin. Dan menanglah sesering mungkin. Dan ingatlah
selalu Hanya Yang Terbaik!"
"Aduh!"
seruku. "Rekaman konyol!"
"Halo,
Teman! Selamat menikmati" Pesan itu berulang di telingaku.
Kubanting
gagang telepon dan kucoba telepon berikutnya.
"Halo,
Teman! Selamat menikmati camp Jelly..." Huh, sama saja.
Aku mencoba
setiap telepon di deretan itu. Tapi semuanya memutar rekaman yang sama.
Ternyata tak ada satu pun telepon sungguhan.
Mana sih
telepon umum di sini? aku bertanya-tanya. Mestinya ada telepon umum yang
benar-benar bisa dipakai.
Aku
berpaling dari gedung utama, menyusuri jalan setapak. Ketika lewat di depan
semak-semak tempat Jan, Ivy, dan aku bersembunyi semalam, aku langsung
merinding. Mau tidak mau aku teringat Alicia.
Sinar
matahari yang terang benderang membanjiri bukit landai yang ditumbuhi rumput. Aku
melindungi mata dari cahaya yang menyilaukan, dan memperhatikan seekor
kupu-kupu berwarna hitam dan emas. Kupu-kupu itu mengepak-ngepakkan sayap dan
hinggap di bunga geranium merah dan pink.
Aku berjalan
tanpa tujuan, mencari-cari telepon umum. Ke mana pun aku memandang aku melihat
anak-anak yang berseru-seru, tertawa-tawa dan bersaing dengan sekuat tenaga.
Tapi aku tidak menghiraukan mereka. Aku terlalu sibuk dengan pikiranku yang
gelisah.
"Hei!
Hei! Hei!"
Suara adikku
membuatku berhenti. Aku berkedip-kedip beberapa kali untuk memfokuskan
pandangan.
Rupanya aku
sudah sampai di lapangan basket. Elliot dan Jeff sedang bertanding satu lawan
satu.
Jeff
mendribble bola. Bolanya berdebam-debam pada lapangan aspal.
Adikku
menggerak-gerakkan tangan di depan hidung Jeff. Lalu berusaha merebut bola.
Gagal.
Jeff
membungkuk sedikit. Ia mendesak Elliot dengan pundaknya, menggiring bola ke
ring dan melempar.
"Dua
angka!" serunya sambil nyengir.
Elliot
merengut dan menggelengkan kepala. "Itu pelanggaran."
Jeff
berlagak tidak mendengarnya. Tubuhnya dua kali lebih besar dari Elliot. Kalau
mau, ia bisa menabrak adikku sampai terjengkang.
Aku tidak
mengerti kenapa Elliot menyangka dirinya bisa mengalahkan Jeff.
"Berapa
skornya?" tanya Jeff sambil menyeka keringat dari keningnya.
"Delapan
belas sepuluh," balas adikku lesu. Tanpa bertanya dulu pun aku langsung
tahu bahwa Elliot-lah yang kalah.
Lapangan
basket dibatasi pagar kawat. Kupegang pagarnya dengan kedua tangan, menempelkan
wajahku, dan menonton mereka bertanding.
Elliot
men-dribble bola. Ia bergerak mundur sambil mencari-cari kesempatan menyerang.
Jeff terus mengikutinya. Ia membungkuk ke depan, siap menyambar bola.
Tiba-tiba
Elliot melesat maju. Pandangannya tertuju pada ring.
Dengan sigap
ia melompat, mengangkat tangan kanan untuk melempar bolanya direbut Jeff.
Elliot
melayang dengan tangan kosong.
Jeff
men-dribble dua kali, lalu menyarangkan bola dengan dua tangan.
Kedudukannya
jadi dua puluh lawan sepuluh.
Beberapa
detik kemudian pertandingan selesai, dan Jeff keluar sebagai pemenang. Ia
bersorak dengan gembira dan mengajak Elliot ber-high five.
Elliot
mengerutkan kening dan menggelengkan kepala. "Kau cuma beruntung,"
gumamnya.
"Yeah.
Beruntung," sahut Jeff. Ia memakai bagian depan t-shirt-nya yang berwarna
biru untuk menyeka wajahnya yang penuh keringat. "Hei, kau harus memberi
selamat padaku. Kau korbanku yang keenam!"
"Hah?"
Elliot menatapnya sambil membungkuk dan memegang lutut. Napasnya masih
terengah-engah. "Jadi?"
"Yeah."
Jeff nyengir lebar. "King Coin-ku yang keenam. Nanti malam aku ikut
Upacara Juara!"
"Wah,
hebat," balas Elliot lesu. "Aku masih perlu tiga keping lagi."
Tiba-tiba
aku merasa ada yang memperhatikanku. Aku melepaskan pagar kawat dan mundur selangkah.
Ternyata
Buddy sedang mengamati aku dari jalan setapak. Ia memicingkan mata, ada kesan
tidak senang pada wajahnya.
Sudah berapa
lama ia berdiri di situ?
Kenapa ia
kelihatan tidak senang? Roman mukanya yang kencang membuatku merinding.
Ketika aku
berbalik, ia segera melangkah menghampiriku. Matanya yang biru menatapku tanpa
berkedip.
"Maaf,
Wendy," pembina itu berkata pelan-pelan. "Kau harus pergi."
Bagi anda yang berminat
dengan permainan kartu online berbayar yang dapat dipercaya, silahkan klik link
situs kami di poker online indonesia online dan daftar menjadi member kami sekarang juga, maka
anda akan mendapatkan fasilitas dan bonus. Layanan kami ini di dukung dengan
fasilitas chat yang selalu siap melayani dan menemani anda selama 24 jam penuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar